Tuesday, April 14, 2009

KELAUTAN INDONESIA


Betapa tepat lagu berjudul Pelaut yang mencerminkan nenek moyang kita yang terkenal sebagai pelaut ulung. Bumi nusantara kita yang sebagian besar dikelilingi perairan serta diapit dua samudera, yakni Samudera Hindia dan Pasifik, telah melahirkan para pelaut yang tangguh. Tidak terhitung bukti ketangguhan pelaut Indonesia, para pelaut kita telah berhasil mengarungi lebih kurang 17.000 pulau di Indonesia dengan memanfaatkan beragam serta jenis ukuran perahu.
Melihat latar belakang sejarah kebaharian bangsa Indonesia, keberadaan sumberdaya manusia bahari (SDM bahari) memang sudah ada dari sejak dahulu. Berkaitan dengan pembangunan kelautan Indonesia, saat ini tinggal bagaimana cara mengembangkan dan meningkatkan SDM bahari yang ada dalam rangka menunjang tercapainya sasaran pembangunan kelautan tersebut.
Untuk mewujudkan sasaran pembangunan tersebut, perlu diperhatikannya:

1) Bagaimana orientasi bahari masyarakat Indonesia;

2) Bagaimana mengelola lingkungan kelautan yang berkesinambungan dan secara ekologis (Sustainable and ecologically accountable);

3) Bagaimana membangun kapasitas berkesinambungan bagi SDM masyarakat bahari secara individual dan kelembagaannya untuk dapat menghadapi tantangan global sesuai dengan standar nasional maupun internasional (Sustainable capacity building);

4) Bagaimana menjaga keterjaminan hukum bagi individu dan kelembagaan masyarakat bahari (Internal and external stakeholders);

5) Bagaimana menjaga kesinambungan pertumbuhan, perubahan dan perkembangan transportasi dan komunikasi laut baik domestik, regional maupun internasional (E-Maritime live);

6) Bagaimana menumbuhkembangkan infrastruktur kemaritiman;

7) Bagaimana peranan perempuan dalam perniagaan maritim;

8) Bagaimana strategik teknologi (pilihan dan menguntungkan) dapat dipakai dan dikembangkan dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya bahari; dan

9) Bagaimana merancang jaringan antar negara di bidang maritim untuk optimalisasi aspirasi, usaha dan aksi yang mendunia (Maritime trans national bureaucratic network).


Indonesia seharusnya masi bisa berbangga dengan sebutan negara Maritim nya. Kebetulan saya bekerja dengan orang Jepang dan dengan mulutnya sendiri dia mengakui kalau negara kita ini negara yang kaya. Masalah kekayaan laut tidak dipertanyakan lagi katanya. Dan baru - baru ini tepatnya tanggal 11 dan 13 Sept 2008, Kompas menerbitkan berita yang sangat perlu di perhatikan masalah nelayan Indonesia.
Seperti kasus dibawah ini :
PENCURIAN IKAN
Hancurnya Kedaulatan Nelayan Nusantara
Kompas/Agung Setyahadi
Para anak buah kapal asal Thailand tidak memiliki izin bekerja di Indonesia dan saat ini ditahan oleh kepolisian di Kota Tual, Provinsi Maluku, Rabu (10/9). Polisi menahan 105 anak buah kapal Thailand bersama empat kapal eks-Thailand berbendera Indonesia yang menggunakan pukat harimau saat beroperasi di Laut Arafura.
Sabtu, 13 September 2008 | 03:00 WIB

AGUNG SETYAHADI

Sore itu, Asep Suhendrik (30) baru selesai membongkar ikan di Pelabuhan Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Ia kemudian ke kantor perusahaan ikan tempatnya bekerja untuk mengambil gaji dua bulan selama ia melaut bersama KM Antasena 313. Belum sempat uang itu dibelanjakan, ia sudah disuruh naik lagi ke kapal yang bergegas pergi.

Dari atas kapal, Asep melihat banyak polisi bergerak cepat menyisir pelabuhan. Penggerebekan kapal-kapal pencuri ikan itu dilakukan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Maluku bersama Markas Besar Polri.

Polisi berhasil memotret dari udara penggunaan trawl (pukat biasa ditarik satu kapal) dan pair trawl (jaring trawl ditarik dua kapal) di sejumlah kapal ikan asal Thailand. Ikan hasil tangkapan didaratkan di Benjina dan sebagian lagi dibongkar di tengah laut (transhipment) ke kapal pengumpul. Transhipment itu dilakukan di perbatasan Indonesia-Australia, Indonesia-Timor Leste, dan Indonesia-Papua Niugini.

Asep yang sudah tidak betah bekerja di kapal penangkap ikan Thailand berbendera Indonesia itu jadi kalut. Ia menyesal naik lagi ke kapal dan ingin segera pulang. Kapal terus bergerak meninggalkan Pelabuhan Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.

KM Antasena 313 bergerak semalaman dan baru pagi harinya berhenti di tengah Laut Arafura untuk memasang jaring trawl. Baru satu kali tarik, pukat harimau sudah dirapikan dan pemberat diikat kuat. Kapal bergerak lagi. Asep semakin kalut karena merasa ada yang tidak beres.

Menjelang sore, kapal sampai di Pulau Enu, dekat perbatasan Indonesia-Australia. Ada secercah harapan bagi Asep untuk pulang karena di perairan Pulau Enu ada sekitar 10 kapal dari Thailand dan 10 kapal nelayan Indonesia.

Salah satu kapal, KM Antasena 103, merapat ke KM Antasena 313 yang ditumpangi Asep. Lima anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di KM Antasena 103 melompat ke KM Antasena 313. Mereka juga memutuskan untuk pulang.

Karena tidak ada kapal Thailand yang kembali ke Benjina, enam ABK asal Indonesia itu nekat melompat ke laut dan berenang menuju kapal pengumpul cumi dari Bali. Mereka kemudian pindah ke KM Udayana yang berpangkalan di Muara Baru, Jakarta.

Keesokan paginya, Asep dan lima temannya pindah ke kapal rawe milik nelayan Aru. Mereka diantar ke rumah mercu suar di Pulau Enu dan menginap sehari di sana. Kapal rawe mengantar mereka ke Pulau Longgar Apara, sekitar empat jam dari Pulau Enu, dan menginap dua malam di sana. Kemudian dari Longgar Apara ke Benjina mereka naik ketinting selama sembilan jam. Mereka sampai di Benjina pada 30 Agustus sekitar pukul 21.00 WIT.

Slamet Fauzi (28), ABK KM Antasena 103, memilih pulang karena tidak tahan melihat kekayaan laut dijarah orang asing. Setiap hari ia menyaksikan kapal-kapal Thailand berbendera Indonesia menggunakan trawl dan pair trawl. Jaring dilapis dua hingga tiga sehingga mata jaring sangat kecil.

Pukat harimau membongkar terumbu karang di dasar laut, mengangkat ikan-ikan kecil, bahkan sampah, tong, dan kayu besar terangkat. Ikan yang diambil antara lain hiu, pari, cuit, udang, cumi, lobster, ikan lima, kepiting, kakap merah, layur, keting, belut, dan bandeng besar. Ikan-ikan kecil dan jenis yang bernilai ekonomi rendah dibuang bersama sampah-sampah.

”Saya miris melihat laut kita dirusak menggunakan trawl. Laut kita kaya ikan, tetapi kita miskin karena ikan dicuri oleh orang luar,” ujar Slamet.

Bekerja di kapal pencuri ikan itu, ujar Slamet, kurang manusiawi. Jika ada ABK sakit, mereka bukannya diberi obat, justru disuruh terus bekerja. Jam kerja pun gila-gilaan, bisa dari pagi hingga dini hari. Makan tidak teratur karena baru bisa makan setelah kerja selesai. Saat ikan hasil tangkapan banyak, makan malam baru dilakukan pukul 02.00 WIT.

Edyson Ianleba (26), teman sekapal Slamet, tangannya pernah bengkak karena terkena duri ikan. Tekong (kapten kapal Thailand) tidak mau memberi obat dan menyuruh tetap bekerja. Demikian juga saat Slamet sakit hingga muntah-muntah, ia tidak diberi obat dan tetap harus menyortir ikan.

”Saya tidak mau lagi ikut kapal Thailand, tidak manusiawi,” ujar Edy.

Dilihat dari sudut pandang ekonomi, menurut Menteri bahwa kelautan memiliki kemampuan sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional, namun kenyataannya keberpihakan pada bidang kelautan relatif kecil. Oleh karena itu, Tenaga Ahli Dewan Kelautan Indonesia diharapkan dapat bekerja keras membantu Sekretaris Dewan Kelautan Indonesia dalam menyiapkan kebijakan-kebijakan di bidang kelautan untuk diajukan kepada Presiden, agar nilai ekonomi yang terkandung di laut, baik sumberdaya alam maupun jasa kelautan dapat membantu mempercepat pembangunan ekonomi nasional.

Berkaitan dengan hal tersebut, Dewan Kelautan Indonesia telah membentuk 7 Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri dari Pokja Hukum dan Kelembagaan, Pokja Pelayaran, Pokja Energi dan Sumberdaya Mineral, Pokja Perikanan, Pokja Pariwisata Bahari, Pokja Lingkungan Laut, serta Pokja SDM dan IPTEK Kelautan.

Tenaga Ahli Dewan Kelautan Indonesia yang dikukuhkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan selaku Ketua Harian DEKIN adalah (1). Prof. Laksamana Pertama TNI (Purn) Kuntoro, SH. Ph.D sebagai Tenaga Ahli Bidang Hukum dan Kelembagaan; (2). Dr. Elly Rasdiani Sudibyo, M.Sc sebagai Tenaga Ahli Bidang Lingkungan Laut; (3). Ir. Abdul Alim Salam, M.Sc sebagai Tenaga Ahli Bidang Pariwisata Bahari; (4). Dr. Ir. Moch. Fatuchri Sukadi, MS sebagai Tenaga Ahli Bidang Perikanan; (5). Ir. Drs. Laksamana Pertama TNI (Purn) Bonar Simangunsong, M.Sc sebagai Tenaga Ahli Bidang Sumberdaya Manusia dan IPTEK ; (6). Capt. B. J. Pitna sebagai Tenaga Ahli Bidang Pelayaran ; dan (7). Dr. H. Muhammad Hikman Manaf, ME sebagai Tenaga Ahli Bidang Energi dan Sumberdaya Mineral.

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia


link dibantu dari :

http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=5785805909202873478
http://4roundm3.wordpress.com/2008/09/16/kondisi-laut-indonesia/
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/13/0131029/hancurnya.kedaulatan.nelayan.nusantara
http://www.goblue.or.id/atasi-masalah-kelautan-dekin-kukuhkan-tenaga-ahli/